Sabtu, 07 April 2018

Cerita crochet (awal merajut, part 2)


 
Setiap crocheter pasti punya ceritanya sendiri. Apalagi diawal-awal merajut. Pasti iya kan? Kenapa kita tidak berbagi cerita saja?

Sebaik-baiknya ilmu yang kamu dapat, alangkah baiknya bila ilmu itu kamu temukan sendiri. Bukan karena dari orang lain. 

 Itulah kalimat penyemanat, penyelamat, sekaligus penghibur saya selama ini.  Tidak dipungkiri, ilmu merajut saya dapatkan secara otodidak. Pada masa dahulu kala ketika usia masih belasan tahun, saya diajarin oleh ibu saya merajut. Yaitu membuat kunciran rambut. Dengan tekhnik dasar  yang sangat simpel, bahannya benang wol dan alat jarum hook yang kecil. Itu saja. 
 
Waktu berlalu…..
Suatu hari melihat teman sedang merajut, membuat sebuah syal untuk gebetannya.  Saya dalam hati berkata, sepertinya kalau aku membuat bisa kok lebih bagus dari yang itu. Tergodalah saya untuk membuat, iya membuat syal. Dengan bekal tekhnik, alat, dan bahan yang sama dengan yang waktu dulu itu. Sempat beberapa waktu saya kena demam merajut ini. Yang mana karena kesibukan, akhirnya berhenti lagi.
 
Suatu waktu….
Muncul demam bros rajut. Bersamaan dengan mudahnya akses internet. Mulai berseluncur di internet tentang rajut. Baru tahu saya bahawa merajut yang pernah saya lakukan selama ini namanya crochet. Dan, saya jatuh cinta pada knitting. Iya,knitting. Gara-gara internet saya jadi tahu crochet dan knitting yang mana keduanya diterjemahkan dalam bahasa indonesia yang disebut dengan merajut. Baiklah, tidak perlu kita perdebatkan apa itu arti merajut itu crochet atau knitting.
 
Seperti saya bilang tadi, saya jatuh cinta pada knitting. Knitting yang menggunakan dua jarum. Yang mana lebih sering ada di film-film daripada crochet. So, sepertinya lebih keren gitu. Dan lagi karena knitting itu merujuk pada baju-baju hangat yang rasanya juga tidak kalah keren gitu.  Dan baju-baju hangat nan keren itu, tidak jadi keren kalau menggunakan tekhnik crochet! (pikiran saya waktu itu). Untuk mengenalnya lebih dalam, saya sempet mencoba beberapa tekhnik. Tidak, saya tidak punya alat knitting. Saya meggunakan sumpit kayu, yang saya dapat dari souvenir pernikaan teman. Haha. Ujungnya saya runcingkan. Asyik juga ternyata.
 
Dan ternyata o ternyata…….
Semakin lama saya memasuki kedalaman cinta saya, saya meragukan sendiri cinta saya. Dengan melihat,menimbang dan memutuskan, ternyata saya lebih mencintai crochet. Lebih variatif, lebih kaya, dan bisa diaplikasikan kemana saja ke apa saja. Begitu cintaku.
 
Dari situlah…….
Saya mulai mendalami rajut secara serius. Banyak percobaan-percobaan diawal yang gagal. Taruh, tinggalkan, ganti, suda terlalu biasa menghiasi timeline crochet saya. Minim pengetahuan tentang benang, jarum,motif, teknik dan aplikasi tidak menyurutkan semangat saya. Yang penting hajar dulu lah. Sering juga jatuh ke hal-hal yang bodoh rasanya. Belajar sendiri alias otodidak, tidak ada guru untuk bertanya atau teman untuk saling berbagi dalam merajut. Belum lagi adanya  keraguan tentang keyakinan saya untuk merajut dalam hidup saya.  
 

 Sekarang kita tahu, benang ada ukurannya ada jenisnya. Jarum pun ada ukurannya. Tinggal disesuaikan apa yan mau dibuat dengan bahan dan alat yang dipakai. Apapun juga bisa dipakai sebagai pengganti benang, bahkan tak melulu pakai jarum pakai tanganpun jadi.

 
Ya, begitulah….
Pelan-pelan dijalani. Sedikit-sedikit mewujudkan mimpi. Masih banyak lagi mimpi yang mesti diwujudkan. Dan ternyata crochet sudah jauh lebih berkembang dari apa yang pernah di ajarkan oleh ibu saya dulu. Terima kasih ibu, sudah memberikan saya perkenalan yang manis waktu itu. Terima kasi juga buat teman hidup saya yang suda kasi big-big support selama ini.

Teruslah merajut teman-teman. Semesta merajut,merajutlah semesta…..
Salam rajut,
Dj R

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Crochet baby hat with pom-pom

Maaf beribu maaf atas ketidakpedulian ini. Sejatinya blog ini ada dan akan terus ada. Tapi kesibukan pada hal lain yang membuatnya ...